Sejak kecil Nabi Muhammad Saw. selalu diuji keatabahannya, Muhammad
lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan
setelah dia menikahi Aminanah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu
pengasuh, Halimah sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia
empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalm asuhan ibu
kandungnya. Ketika berusia enam tahun dia menjadi yatim piatu.
Setelah Aminah meninggal, Abdul Mutalib mengambil alih tanggung
jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggalkan
dinuia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu
Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang
Quraisy dan penduduk makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Pada masa kerasulan, setelah dakwah dilaksanakan secara
terang-terangan, pemimpin kaum Qurais mulai berusaha mengahalangi dakwah rasul.
Semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, semakin keras tantangan dilancarkan
kaum Quraisy. Setelah secara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum
Quraisy gagal, tindakan- tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah
dilakukan semakin ditingkatkan.
B.Beberapa
Peristiwa yang Menimpa Orang Beriman di masa Makkah
Rasulullah lah orang yang beriman yang selalu di anaiaya dan di
zalimi, seperti ketika Rasullah akan shalat di dekat ka’bah maka Uqbah bin Abu Mu’ith, meletakan kotoran
di antar pundak tatkalah beliau sedang sujud kepada Allah. Saat itu Rasulullah
yanga ssedang sujud, tetap dalam keadaan sujud dan tidak mengangkat kepala
beliau. Hingga Fathimah datang menghampiri beliau, lalu membuang kotoran itu
dari punggung beliau.
Menurut Ibnu Ishaq, orang-orang yang biasa menyakiti Rasulullah selagi
di dalm rumah adalah Abu Lahab, Al-Hakam bin Abul-Ash bin Umayyah, Uqbah bin
Abu Mu’ith, Adi bin Hamra’ Ats-Tsaqafi, Ibnul-Ashda’ Al-Hudzali, yang semuanya
merupakan tetangga beliau. Tak seorang pun di antara mereka yang masuk Islam
selain Al-Hakam bin Abul-Ash. Diantara mereka ada yang melamparkan isi perut
seekor domba selagi beliau sedang shalat. Di antara mereka ada pula yang
meletakkannya di dalam periuk beliau.[2]
Gangguan dan siksaan-siksaan seperti ini tidak begitu berarti bagi
diri Rasulullah, karena beliau memiliki kepribadian yang tidak ada duanya,
berwibawa dan dihormati setiap orang, umum maupun khusus. Di samping itu,
beliau masih mendapat perlindungan dari Abu Thalib, orang yang paling disegani
dan dihormati di Makkah. Tetapi bagi orang-orang muslim, terlebih lagi mereka
yang lemah, mak semua itu terasa amat sangat beratdan pahit. Pada saat yang
sama setiap khabilah pasti menyiksa siapapun yang condong kepada Islam dengan
berbagai mavam siksaan. Sedangkan orang-orang yang tidak mempunyai khabilah,
maka mereka diserahan kepada para pemuka kaum, untuk mendapatkan berbagai macam
tekanan.
Selagi Abu Jahal mendengar seseorang masuk Islam, mak dia
memperingatkan, menakut-nakuti, menjanjika sejumlah uang dan kedudukan, jika
orang tersebut dari kalangan oaarang yang terpandang. Namun dia akan
melancarkan pukulan dan siksaan jika oarang yang masuk Islam dari kalangan
orang awam dan lemah.
Paman Utsman bin Affan pernah diselubugi tikar dari daun korma,
lalu diasapi dari bawahnya. Tatkala ibu Mushab’ab bin Umair tahu anaknya masuk
Islam, maka dia tidak diberi makan dan diusir dari rumah. Padahal dia bisa
hidup enak, sehingga kulitnya mengelupas seperti ular yang berganti kulit.
Bilal yang saat itu menjadi budak Umayyah bin Khalaf, pernah
dikalungi tali di lehernya, lalu dia diserahkan kepada anak-anak kecil untuk
dibawa berlari-lari di sebuah bukit di Makkah, sehingga lehernya membilur
karena bekas jaratan tali itu, karena memang Umayyah mengikat tali itu
kencang-kencang, dan masih ditambahi lagi dengan pukulan tongkat. Suatu hari
Abu Bakar lewat selagi orang-orang Quraisy berbuat seperti itu terhadap bilal.
Lalu Abu Bakar membeli Bilal dengan seorang pemuda berkulit hitam. Ada yang
berpendapat, Abu Bakar membelinya dengan tujuh uqiyah atau lima keping perak,
lalu memerdekakannya.[3]
Pada masa Makkah ini, penduduk Makkah melakukan kekejaman terhadap
kaum Muslimin. Mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke
luar Makkah. Pada tahun tahun kelima kerasulannya, Nabi menetapkan Habsyah
(Ethiopia) sebagi negeri tempat pengungsian, karena Negus (raja) negeri
itu adalh seoorang yang adil. Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan
empat oranga wanita.
C.Pengaruh Iman dalam Membentuk Jamaah di Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib (Madinah), Nabi resmi
menjadi pemimpin penduduk kota itu. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode
Madinah, Islam, merupakan kekuatan politik. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan,
bukan saja sebagai kepala agama, tetapi sebagai kepala negara. Dengan katalain,
dalaam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaaan spiritual dan kekuasaan
duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara.[4]
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, ia segera
meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama,
pembangaunan masjid, selain untuk tampat shalat, juga sebagai sarana penting
untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping
sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi dan juga sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah ukuwwah islamiyyah, persaudaraan
sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, orang-orang
yang hijrah dari Makkah ke Madinah, dan Anshar, penduduk Madinah yang
sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan denan pihak-pihak lain
yang tidak beragama Islam. Dengan mengadakan perjanjian, yang menjamin
kebebasan orang-orang Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agamnenek
moyang mereka.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin beratmbah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang Makkah dan musuh-musuh Islam
lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy berbuat
apa saja. Untuk menghadapi kemungkinani-kemungkinan gangguan dari musuh, nabi,
sebagai kepala pemerintahan, mengatur siasat dengan membentuk tentara.
D.Gambaran Keimanan ketika Hijrah ke Madinah
Pada saat hijrah ke Madinah sangatlah kuat keimanan mereka karena bukan
sembarang orang mau melakukan hal itu. Karena mereka harus meninggalkan
keluarga, harta benda, dan lainnya.
Dalam suku Arab hanya dapat dikenali melalui ikatan kesukuannya. Jika
ikatannya terputus maka ia pun menjadi ‘orang-hilang’ yang tanpa makna sekecil
apapun. Siapa saja bisa membunuh si ‘orang-hilang’ itu tanpa harus
mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Berhijrah berarti juga memutuskan diri
dari ikatan kesukuan yang dimilikinya. Inilah pengorbanan terbesar yang telah
dipilih oleh Nabi Muhammad (SAW) dan para pengikutnya, karena siapapun tidak
perlu merasa takut untuk membunuh mereka.
Peristiwa Hijrahnya Nabi dan para sahabat dari
Makkah ke Madinah sarat akan makna, nilai dan keteladanan. Diantara makna,
nilai dan keteladanan dari peristiwa hijrah adalah:
Pertama, hijrah mengajarkan kita akan makna cinta dan pengorbanan di
jalan Alloh. Apakah yang mendorong generasi pertama Islam rela meninggalkan
tanah kelahiran yang telah memberinya nafas kehidupan, yang telah mengeraskan
tulang-tulang mereka dan yang telah memberikan mereka sebagian kenangan yang
manis dalam kehidupan?.Jawabannya adalah cinta.
Kedua,
hijrah mengajarkan kepada kita akan makna
ukhuwah Islamiyah. Peristiwa hijrah telah menampilkan sebuah kisah nyata yang
sangat mengagumkan dalam sejarah kemanusiaan. Kisah tentang persaudaraan,
solidaritas dan persatuan yang diikat oleh sebuah keyakinan suci bernama Islam.
Keyakinan tersebut telah mempersaudarakan bangsawan persia dan budak
Habasyah, menyatukan saudagar Qurays yang kaya raya dengan penggembala kambing
yang miskin.
Ketiga,
hijrah adalah kemenangan. "Orang-orang
yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa
mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah. Mereka itulah orang-orang
yang memperoleh kemenangan".(Q.S.At Taubah : 20).
E.Persaudaraan Muhajirin dan Ansyor.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mempersaudarakan
antara kaum Anshar dan Muhajirin sampai pada tingkat mereka saling mewarisi
harta bendanya. Tujuan beliau mempersaudarakan antara para sahabatnya, agar tak
terpupus rasa keterasingan dan agar beliau merasa ada yang menghibur setelah
meninggalkan sanak-keluarga, dan mereka saling menopang.
Ketika Islam
mulai berjaya dan kaum Muhajirin telah membaur dan perasaan keterasingan telah
lenyap, kebiasaan saling mewarisi harta dihapuskan, kemudian setiap orang
mukmin menjadi bersaudara, dengan turunnya QS. Al-Hujurat : 10.
Ibnu Ishaq bekata, “Ketika Allah Ta’ala mengizinkan
Rasulullah berperang, kaum Anshar masuk Islam, menolong beliau dan para
pengikut beliau, serta melindungi kaum Muslimin yang datang ke tempat mereka,
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan sahabat-sahabatnya
kaum Muhajirin dari kaumnya dan kaum muslimin yang lain di Makkah untuk hijrah
ke Madinah dan bergabung dengan saudara-saudara mereka, ‘Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla telah menjadikan untuk kalian saudara-saudara dan negeri yang
kalian merasa aman di dalamnya.’ Kemudian kaum Muslimin Makkah hijrah ke
Madinah kelompok per kelompok. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
menetap di Makkah menunggu izin dari Tuhannya untuk berhijrah dari Mekkah ke
Madinah.[5]
Daftar Pustaka
Http://shoutussalam.com/read/study/12275/mengurai-hikmah-hijrah-menghitung-ulang-bekal-perjuangan/ 15:31
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri.2010.Sirah Nabawiyah.Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar.
Yatim, Badri.2008. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: Rajawali
Pers.
Ibnu Hisyam.2000.Sirah Nabawiyah.Bekasi: PT Darul Falah.
No comments:
Post a Comment