Sabab
al-nuzul secara
bahasa, berarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari
“sabab” yang artinya sebab-sebab, sedangkan nuzul artinya turun, yakni turunnya
ayat al-Qur’an. Jadi asbab al-nuzul adalah suatu peristiwa yang menyebabkan
turunnya ayat-ayat Al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung. atau,
asbab Al-nuzul ayat itu berarti sebab-sebab turunnya ayat.
Al-Qur’an
diturunkan Allah SWT kepada muhammad SAW. Sacara berangsur-angsur dalam masa
lebih kurang 23 tahun, Al-Qur’an di turunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah,
akhlak, dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu,
dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan kerusakan dari tata sila
kehidupan manusia merupakan sebab turunnya Al-Qur’an. Ini adalah sebab umum
dari turunnya Al-Qur’an. Hal ini tidak termasuk dalam pembahasan yang hendak
dibicarakan. Sabab al-nuzul atau asbab al-nuzul (sebab-sebab turun ayat) disini
dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunnya ayat-ayat
tertentu. Shubhi al-shalih memberikan definisi sabab al-nuzul sebagai berikut:
مَا
نَذَ لَتِ اَلاَيَةُ اَوِاْلَايَاتُ بِسَبَبِهِ مُتَضَمِّنَةً لَهُ اَوْمُجِيْبَةً
عَنْهُ اَوْمُبَيِنَةً لِحُكْمِهِ زَمَنَ وُقُوْعِهِ
“sesuatu
yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab
itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada
masa terjadinya sebab tersebut”.
Definisi
ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa
dan adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat atau beberapa ayat turun untuk
menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban
terhadap pertanyaan tertentu.
Sebab-sebab
turun ayat yang dalam bentuk peristiwa ada tiga macam. Pertama,
peristiwa berupa pertengkaran, seperti perselisihan yang berkecamuk antara
segolongan dari suku Aus dan golongan dari suku khazraj. Perselisihan itu
timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan orang-orang Yahudi sehingga mereka
berteriak-teriak: “senjata, senjata”. Peristiwa tersebut menyebabkan turunnya
beberapa ayat surah Ali imran mulai dari firman Allah:
يَااَيُّهَاالَّذِيْنَا
اَمَنُوْااِنْ تُطِيْعُوْ افَرِيْقًا مِّنَالَّذِيْنَا اُوْتُوْااْلكِتَبَ
يَرُدُّوْكُمْ بَعْدَاِيْمَانِكُمْ كَفِرِيْنَ.
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari
orang yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi
orang kafir sesudah kamu beriman”. ( QS. Ali imran
(3):100 ).
Sampai
beberapa ayat berikutnya. Hal ini merupakan cara terbaik untuk menjauhkan orang
dari perselisihan dan merangsang orang kepada sikap kasih sayang, persatuan,
dan kesepakatan. Kedua, peristiwa berupa kesalahan yang serius, seperti
peristiwa orang yang mengimami sholat sedang mabuk sehingga tersalah membaca
surah Al kafirun.
Ia
baca: قُلْ يَا
اَيُّهَا اْلكَفِرُوْنَ. اَعْبُدُ مَاتَعْبُدُوْنَ dengan
tanpa لاpada لاَاَعْبُدُ peristiwa
ini menyebabkan turunnya ayat:
يَااَيَّهَا الَّذِيْنَ
اَمَنُوْ الَا تَقْرَ بُو االصَّلَوةُ وَاَنْتُمْ سُكَا رَى حَتَّى تَعْلَمُوْ امَا
تَقُوْ لُونَ.
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu hampiri sholat sedang kamu dalam
keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan...” (
QS. An-nisa (4):42)
Ketiga,peristiwa
itu berupa cita-cita dan keinginan, seperti persesuaian-persessuaian (muwafaqat)
Umar ibn al-khatab dengan ketentuan ayat-ayat Al-qur’an. Dalam sejarah ada
beberapa harapan Umar yang dikemukakannya kepada Nabi Muhammad. Kemudian turun
ayat-ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut.
Sebagai ulama telah menulisnya secara khusus.
Definisi
sabab al-nuzul yang dikemukakan di atas membawa kepada pembagian ayat-ayat
Al-qur’an kepada dua kelompok. Pertama, kelompok yang turun tanpa sebab, dan
kedua adalah kelompok yang turun dengan sebab tertentu. Dengan demikian, dapat
diketahui bahwa tidak semua ayat harus mempunyai sebab turunnya. Bahkan banyak
ayat menyangkut keimanan, kewajiban dan syari’at agama turun tanpa sabab
al-nuzul.
Al-qur’an
turun kepada nabi di setiap waktu dalam rentang waktu lebih kurang 23 tahun.
Ayat-ayat Al-qur’an tidak selamanya turun ketika nabi berada dalam masjid dan
diwaktu siang hari. Al-qur’an bisa turun ketika nabi berada di madinah, di
makkah, arafah dalam perjalanan, di waktu siang dan malam hari. Tentunya para
sahabat tidak mungkin mengikuti nabi setiap waktu karena juga mempunyai
kesibukan lain, baik dalam penyiaran da’wah dan jihad maupun dalam memenuhi
kepentingan mereka dan keluarga sendiri.
Memang
dimaklumi bahwa para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti
perjalanan turunnya wahyu. Intensitas keimanan yang tinggi dan kecintaan mereka
kepada nabi telah mendorong mereka untuk memberikan perhatian maksimal kepada
apa yang dibawa nabi sehingga mereka bukan saja berupaya menghafal ayat-ayat
Al-qur’an dan hal-hal yang berhubungan dengannya, tetapi juga mereka
melestarikan sunnah nabi. Karena itu, segala apa yang diketahui tentang
sebab-sebab turunnya Al-qur’an diperoleh melalui mereka. Berdasarkan keimanan,
ketakwaan, dan kewaraan mereka, keterangan mereka sebagai sahabat tentang asbab
al-nuzul (sebab-sebab turun Al-qur’an) diterima.
Para
ulama salaf sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan asbab al-nuzul
(sebab-sebab turunAl-qur’an). Muhammad ibn sirin (w.110 H.) pernah berkata:
سَأَلْتُ عُبَيْدَةَ
عَنْ اَليَةٍ مِنَ اْلقُرْاَنِ فَقَالَ اِتَّقُ اللهَ وَقُلْ سِدَادًاذَ هَبَ الَّذِ
يْنَ يَعْلَمُوْ نَ فِيْمَااَنْزَلَ اللهُ مِنَ اْلقُرْاَنِ.
“Aku bertanya kepada ‘Ubaidah tentang suatu ayat Al-qur’an.
Ia menjawab: “Bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang benar. Telah pergi
orang-orang yang mengetahui tentang hal kepada siapa ayat itu diturunkan”.
Berdasarkan
keterangan di atas, maka sabab al-nuzul yang diriwayatkan dari seorang
sahabat diterima sekalipun tidak di kuatkan dan didukung oleh riwayat yang
lain. Adapun sabab al-nuzul dengan hadits mursal, yaitu hadis yang gugur
dari sanadnya seorang sahabat dan mata rantai periwayatnya hanya sampai pada
seorang tabi’i, maka riwayat seperti ini tidak diterima kecuali sanadnya sahih
dan dikuatkan oleh hadits mursal lainya. Di samping itu, periwayatnya harus
pula termasuk imam-imam tafsir yang mengambil tafsirnya dari para sahabat,
seperti mujahid, ikrimah, dan sa’id ibn jubair. Dengan demikian, para ulama
menetapkan bahwa tidak adajalan untuk mengetahui ashab al-nuzul kecuali
melalui riwayat yang sahih.
Sabab
al-nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek. Jika ditinjau dari aspek bentuknya,
sabab al-nuzul dapat di bagi pada dua bentuk, seperti telah diterangkan
dipermulaan bab ini. Yang pertama berbentuk peristiwa dan yang ke dua
berbentuk pertanyaan. Sabab al-nuzul yang berbentuk peristiwa ada tiga macam,
pertengkaran, permasalahan yang serius, cita-cita dan harapan. Sabab al-nuzul
yang berbentuk pertanyaan dapat pula di bagi atas tiga macam, yaitu pertanyaan
yang tentang masa lalu, masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan
datang.
1. Dilihat dari sudut pandang redaksi yang digunakan dalam riwayat asbabun nuzul,
di antaranya ;
a.
Sarih (jelas)
Artinyariwayat yang
memangsudahjelasmenunjukkanasbabunnuzul dengan indikasi menggunakan lafal (pendahuluan)
2. Muhtamilah (masih
kemungkinan atau belum pasti)
Riwayatbelumdipastikansebagaiasbab
an-Nuzulkarenamasihterdapat keraguan.
3. Dilihat
dari sudut pandang dari terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau
terbilangnya ayat untuk satu sebab asbabun nuzul, yaitu;
a.
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
b.
Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya beberapa ayat
Dari
segi jumlah sebab dan ayat yang turun, sabab al-nuzul dapat dibagi kepada ta’addud
al-asbab wa al-nazil wabid (sebab turunnya lebih dari satu dan inti
persoalan yang terkandung dalam atau sekelompok ayat yang turun satu) dan ta’addud
al-nazil wa al-sabab wabid (inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau
sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu). Sebab
turun ayat disebut ta’addud bila ditemukan dua riwayat yang berbeda atau
lebih tentang sebab turun suatu ayat atau sekelompok ayat tertentu. Sebaliknya,
sebab turun itu disebut wabid atau tunggal bila diriwayatnya hanya satu.
Suatu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut ta’addud al-nazil, bila
inti persoalan yang terkandung dalam ayat yang turun sehubungan dengan sebab
tertentu lebih dari satu persoalan.
Jika
ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing
menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya,
maka kedua riwayat ini di teliti d an dianalisis.
Permasalahannya
ada empat bentuk, pertama salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidak.
Kedua, keduanya sahih. Akan tetapi salah satunya mempunyai penguat(murajjib)
dan lainnya tidak. Ketiga, keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak
mempunyai penguat. Akan tetapi, keduanya dapat diambil sekaligus. Bentuk
keempat, keduanya sahih, tidak mempunyai penguat, dan tidak mungkin mengambil
keduanya sekaligus.
Ungkapan-ungkapan yang digunakan para sahabat untuk
menunjukan sebab turunnya Al-Qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan ungkapan itu
beberapa bentuk sebagai berikut.
1. Sababu Nuzul disebutkan
dengan ungkapan yang jelas, seperti
سبب
نزول هذه الاية كذا (sebab turun ayat ini demikian). Ungkapan
ini secara definitif menunjukan sababu Nuzul dan tidak mengandung
kemungkinanmakna lain.
2. Sababu Nuzul
tidak ditunjukan dengan lafal sabab, tetapi dengan mendatangkan lafal ف yang masuk kepada ayat dimaksud secara langsung setelah
pemaparan suatu peristiwa kejadian. Ungkapan seperti ini juga menunjukan bahwa
peristiwa itu adalah sebab bagi turunnya ayat tersebut. pernyataan yang tegas
dan jelas dengan menggunakan kata sabab, seperti sababu Nuzulil ayah
kadza; menggunakan fa’ ta’qibiyah yang bersambung dengan lafazh nuzul
seperti ungkapan “... fa anzalallahu...”; tidak menggunakan kata sabab
dan fata’ ta’qibiyah, tetapi dapat dipahami sebagai sebab dalam konteks
jawaban atas sebuah pernyataan yang diajukan kepada Rasulullah.
3. Sababu Nuzul
dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam ini, Rasul ditanya orang, maka ia
diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang batu diterimanya.
Para mufassir tidak menunjukan sebab turunnya dengan lafal Sababu Nuzul
dan tidak dengan mendatangkan ف. Akan tetapi Sababu Nuzulnya dipahami melalui konteks
dan jalan ceritanya, seperti sebab turunnya ayat tetang ruh yang diriwayatkan
dari Ibn Mas’ud terdahulu.
4. Sababu Nuzul
tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak dengan mendatangkan ف yang menunjukan sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun
atas dasar pertanyaan. Akan tetapi, dikatakan : نزلت
هذه الاية فى كذا ungkapan seperti ini tidak secara
definitif menunjukan sebab, tetapi ungkapan ini mengandung makna sebab dan
makna lainnya, yaitu tentang hukum kasus atau persoalan yang sering dihadapi
.berupa pernyataan yang tidak tegas dan jelas seperti ungkapan نزلت
هذه الاية فى كذا،اهسب هذه الاية فى كذا، ماهسب هذه الاية فى كذا.
Redaksi semacam
ini bisa jadi bisa jadi merupakan penjelasan kandungan hukum ayat yang
dimaksud. Dengan pernyataan itu dan pernyataan selanjutnya, seorang perawi
tidak bisa mememastikannya sebagai asbabu nujul. Redaksi-redaksi kalimat
tersebut mengandung kemungkinan bahwa ia menunjukan asbabu nuzul dan hal
lainnya. Pendapat yang senada dengan itu dikemukakan oleh Inu Taimiyah,
sementara az-Zarkasi menyatakan bahwa persoalan itu harus berdasarkan kebiasaan
sahabat, dan tabi’in. Bila salah seorang diantara mereka menggunakan lafal yang
tidak jelas seperti itu menunjukan kendungan hukum, bukan sebab turunnya ayat,
bukan periwayat peristiwa.
D.
URGENSI DAN
KEGUNAAN ASBAB AL-NUZUL
Az zarqani dan As-suyuthi mensinyalir adanya kalangan yang berpendapatbahwa
mengetahui asbab an nuzul adalah hal yang sia-sia dalam rangka memahami
Al-Qur’an .
mereka
beranggapan bahwa memahami al qur’an dengan meletakan pada konteks historis
adalah sama dengan membatasi pesan-pesannya pada ruang dan waktu ttertentu,
namun keberatan seperti itu tidaklah berdasar karena tidak mungkin
menguniversalakan al qur’an diluar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui
pemahaman yang semestinya terhadap Al Qur’an dalam konteks kesejarahan.
Sementara itu , mayoritas ulama sepakat behwa konnteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat-riwayat asbab an nuzulmerupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan-pesan al qur’an, dalam satu statemnnya ibn taimiyah mengatakan:
“asbab an nuzul sangat menolong dalam mengintepretasi al qur’an.”
Ungkapan senada dikemukakan oleh ibn daqiq al ied dalam pernyataannya:
“Penjelasan terhadap asbab an nuzul merupakan metode yang kondusif untuk menginterpretasikan makna-makna Al Qur’an.”
Bahkan al wahidi menyatakan ketidak mungkinan untuk mengiterpretasikan tanpa mempertimbangkan aspek kisah dan asbab an nuzul
Urgensi pengetahuan akan asabab an nuzul dalam memahami al qur’an yang diperlihatkan oleh ulama salaf ternyata mendapat dukungan dari ulama khalaf.menarik untuk dikaji adalaah pendapat dari fazlur rahaman yang menggambarkan Al Qur’an sebagai puncak dari sebuah gunung es, Sembilan per sepuluh bagian terendam di bawah perairan sejarah, rahman menhjelaskan bahwa sebagian ayat al qur’an sebenarnya mensyaratkan perlunnya pemahaman-pemahaman terhadap situasi-situasi historis yang khusus yang memperoleh solusi tanggapan dan komentar dari al qur’an uaraian ar rahman tersebut secara eksplisist mengisyaratkan asbab an nuzul dalam memahami al qur’an.
Dalam uraian yang lebih rinci az zarqany mengemukakan urgensi asbab an nuzul dalam memahami al qur’an, sebagai berikut:
membantu dalam memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian daam menangkap pesan ayat-ayat al qur’an diantaranya dalam surat al baqarah ayat 115 dinyatakan bahwa timur dan barat mereupakan kepunyaan allahdalam kasus shalat dengan melihat zahir ayat diatas seseorang boleh mengjadap kemana saja sesuai kehendaknya ia seakan-akan tidka berkewajiban menghadap kiblat ketika shalat akan tetapi ketika setelah melihat asab an nuzulnya tahapan bahwa inteepretasi ayat itu keliru sebab ayat diatas berkaitan dengan seseorang yang sedang bereda dalam perjalanan dan melakukan shlata diatas kendaraan , ataau berkaitan dengan seseorang yang sedang berjihad dalam menentukan arah kiblat.”
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduuga mengandung pengertian umum. Umpamanya dalam surat al ‘anam [6] ayat 145 dikatakan :
"Katakanlah tidak kudapati didalam apa yyang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang ingin memakainya, kecuali kalau makanan itu berupa bangkai darah yang mengalir daging babi karena semua itu kotor atau binatang yang disembelih bukan atas nama Allah (Q.S. Al An’am :145)
Menurut as syaf’I pesan ini tidak bersifat umum(hasr) untuk mengatasi kemungkinan keraguan dalam ,memahami ayat diatas as syafi’I menggunekan alat bantu asbab an nuzul . menurutnya ayat ini diturunkan sehubungnan orang-0rang kafir yang tidak mau makan sesuatu, kecuali apa yang telah mereka halalkan sendiri karena mengharamkan apaa yang dihalalkan oleha allah ataupun sebaliknya merupakan kebiasaan orang-orang kafir terutama orang-orang yahudi turnlah ayat diatas.
menghususkan hokum yang terkandung dalam al qur’an bagi ulama yang berpegang teguh pada pendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat khusus (khusus as sabab ) dan bukanlah lafadz yang bersifat umum (umum al lafazh) dengan demikian ayat zihar pada permulaan ayat al mujadalah [85] yang berkenaan dengan aus ibn samit yang menzahir istrinya (khaulah binti hakim ibn ats tsa’labah ) hanya berlaku bagi kedua orang tersebut, hokum zihar yang berlaku bagi selain keduanya adalah qiyas.
Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan ayat al qur’an turun misalnya aisyah pernah menjernihkan kekeliruan marwan yang menunjuk Abd Ar Rahman Ibn Abu Bakar yang menyebabkan turunya ayat : “dan orang yang berkat kepada orang tuanya “cis kamu berdua……….”(Q.S. al ahqaf :17) untuk meluruska persoalan aisyah berkata kepada marwan : demi allah bukan dia yang menyebabkan ayat ini turun, dan aku sanggup menyebut orang yang sebenarnya.”
Memudahkan untuk memahami dan menghapal ayat al qur’an , serta untuk memantapkan wahyu kedalam hati orang yang mendengarkanya sebab hubungan sebab akibat (musabbab) ,hokum, peristiwa, pelaku, masa dan tempat merupakan satu jalinan yang bias mengikat hati.
Taufiq adnan amal syamsul rizal panggabean menyatakan bahwa pemahaman terhadap konteks kesejarahan pra qur’an dan pada masa al qur’an menjajikan beberapa manfaat praktis. Pertama :Pemahaman itu memudahkan bagi kita mengidentifikasikan gejala-gejala moral dan social pada masyarakat arab pada masa itu , sikap al qur’an terhadapnya dan cara al qur’an memodifikasi atau mentransformasi gejala itu hingga sejalan dengan pandanga dunia al qur’an; kedua kesemuanya itu dapat dijadikan pedoman bagi umat islam dalam mengidentifikasi dan menangani problem-problem yang mereka hadapi; ketiga , pemahaman tentang konteks kesejarahan pra qur’an dan pada masa al qur’an dapat menghindarkan kitta dari praktik-praktik pemaksaan prakonsep dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
Izzan.Ahmad,’Ulumul
Qur’an,Tafakur, Bandung, 2011.
Abdul
Wahid.Ramli, Ulumul Qur’an, Rajawali Pers, Jakarta, 2002.
www.Google.com
No comments:
Post a Comment